LINGKUNGAN hidup yang dikaruniakan oleh Allah swt, kepada kita merupakan rahmat dari-Nya dan wajib dikembangkan serta dilestarikan kemampuannya agar dapat tetap menjadi sumber penunjang kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup bagi bangsa dan rakyat serta makhluk hidup lainnya. Pelestarian lingkungan hidup bukan berarti bahwa lingkungan hidup harus dipertahankan sebagaimana adanya, karena lingkungan hidup tanpa dimanfaatkan akan menjadi impotensi (mandul).
Indonesia, Aceh pada khususnya sesungguhnya merupakan negeri kepulauan yang subur dan kaya dengan sumber daya alam. Di dalamnya terdapat hutan lebat dengan berbagai pepohonan dan satwa, lautan yang membentang dengan bermacam jenis ikan, sawah ladang yang luas dengan beragam varietas tanaman dan pegunungan yang sejuk dengan beribu mata air. Namun, negeri subur makmur itu, seolah-olah kini relatif tinggal cerita.
Kekayaan negeri yang mestinya cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh bangsa, kini hancur oleh tangan-tangan yang rakus dan serakah terhadap alam. Hutan-hutan dirambah habis oleh mesin pemotong kayu milik para “cukong”. Perut bumi dikeruk dan dijual kepada para pemodal asing. Hasilnya bukan untuk rakyat, tetapi untuk memperkaya dirinya sendiri dan golongannya.
Penambangan galian C
Demikian pula dengan aktivitas penambangan bahan galian C, juga menyebabkan efek samping terjadinya dampak negatif terhadap sektor sosial, ekonomi, dan dampak ekologinya. Secara umum dalam analisa lingkungan, dampak dari suatu kegiatan diartikan sebagai perubahan yang tidak direncanakan yang diakibatkan oleh aktivitas kegiatan.
Untuk dapat melihat bahwa suatu dampak atau perubahan telah terjadi, kita harus mempunyai bahan pembanding sebagai acuan. Misalnya, dampak negatif yang ditimbulkan karena penambangan bahan galian C terhadap masyarakat sekitar ialah semakin menurunnya debit air sumur dan banyaknya terjadi abrasi sungai, sehingga banyak tanah/rumah masyarakat di pinggir sungai yang sudah terkikis.
Pertambangan dan lingkungan hidup, ibarat dua sisi dari satu keping mata uang yang saling mengkait. Munculnya aspek lingkungan merupakan salah satu faktor kunci yang ikut diperhitungkan dalam menentukan keberhasilan kegiatan usaha pertambangan.
Kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi sampai eksploitasi dan pemanfaatnnya mempunyai dampak terhadap lingkungan yang bersifat menguntungkan/positif yang ditimbulkan antara lain tersedianya aneka ragam kebutuhan manusia yang berasal dari sumber daya mineral, meningkatnya pendapatan negara. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan adalah terjadinya perubahan rona lingkungan (geobiofisik dan kimia), pencemaran badan perairan, tanah dan udara, serta abrasi yang tidak tertanggulangi.
Agar pemanfaatan sumber daya mineral memenuhi kaidah optimalisasi antara kepentingan pertambangan dan terjaganya kelestarian lingkungan hidup, maka dalam setiap kegiatan sektor pertambangan mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan dan pengawasan diperlukan berbagai telaah yang mendalam tentang lingkungan.
Penambangan bahan galian C mencakup; pengerukan, penggalian atau penambangan material dan tidak termasuk material strategis. Bahan galian C termasuk pasir, kerikil, tanah liat, tanah, batu kapur dan batu yang digunakan sebagai bahan mentah untuk kebutuhan industri dan konstruksi. Endapan tanah liat, pasir dan kerikil banyak ditemukan di dataran-dataran rendah dan sungai; batu keras (basal, andesit, dasit) untuk agregat banyak ditemukan di wilayah-wilayah berbukit dan pegunungan.
Kerusakan lingkungan
Pemanfaatan bahan galian C sebagai bahan material dasar sangat penting untuk mendukung pembangunan fisik di wilayah Kabupaten/Kota. Tingkat kecepatan eksploitasi dan penggunaan material ini dapat/telah mengakibatkan beberapa permasalahan kerusakan lingkungan hidup, di mana belum adanya ketaatan akan praktek-praktek pengelolaan yang bijak dan kurangnya tindakan rehabilitasi pascapenambangan.
Kerusakan lingkungan karena penambangan dan pengerukan bahan galian C sebagian besar diakibatkan dari kurangnya mempertimbangkan masalah-masalah lingkungan dalam perencanaan, pengoperasian dan perlakuan perbaikan pascapenambangan. Kerusakan lingkungan dapat diakibatkan oleh operasi kecil, besar dan mekanisasi penambangan atau oleh dampak kumulatif dari operasi kecil yang dilakukan secara terus menurus.
Kerusakan lingkungan akibat penambangan galian C di beberapa kabupaten/kota di Aceh, saat ini sudah relatif sangat memprihatinkan, ditambah lagi dengan masih adanya beberapa penambangan galian C yang menyalahi prosedur, karena dilakukan tanpa adanya perencanaan, serta tidak adanya izin dari Pemerintah Daerah setempat. Akibatnya, kegiatan tersebut relatif dapat merusak bentang alam dan menyisakan tebing curam, yang selain mengganggu estetika sungai juga membahayakan lingkungan dan warga masyarakat setempat.
Penambangan bahan galian C, yakni semua bahan yang termasuk sirtukil, selama ini dianggap bukanlah usaha tambang bergengsi seperti halnya tambang minyak, gas bumi, batubara, emas atau tembaga (galian golongan A dan B). Dimana Tambang galian A dan B ditetapkan berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sedangkan penambangan bahan galian C di daerah.
Penambangan galian C memang kerap dianggap tambang kecil dan kurang dipandang. Padahal tambang ini hampir terdapat di setiap daerah di seluruh Indonesia, dan sebagian besar daerah yang terdapat tambang galian C ini relatif mengalami kerusakan lingkungan ekologis yang cukup signifikan.
Izin perlu diperketat
Di samping itu, hasil dari aktivitas usaha tambang bahan galian C ini, juga hanya menyumbangkan sedikit sekali pendapatan (retribusi/PAD) untuk daerah, di mana retribusi tersebut sangatlah tidak berarti dan tidak setimpal, apabila dibanding dengan tingkat kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan.
Penambangan bahan galian C di kabupaten/kota sering tidak menaati ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, penegakan hukum lingkungan harus ditingkatkan, agar sumberdaya alam dapat didayagunakan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta harus dikelola dengan memperhatikan kemampuan atau daya dukung dari alam itu sendiri.
Pendapatan pajak yang diterima pemerintah daerah dari semua penambang baik resmi maupun liar, terlalu kecil jika dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang terjadi. Oleh karena itu, upaya pengendalian penambangan bahan galian C tersebut perlu segera dilakukan. Izin untuk penambangan bahan galian C perlu diperketat dan penambangan liar sudah semestinya dihentikan.
Oleh Ibni Matrizal
Serambi Indonesia, Selasa, 14 Februari 2012
Indonesia, Aceh pada khususnya sesungguhnya merupakan negeri kepulauan yang subur dan kaya dengan sumber daya alam. Di dalamnya terdapat hutan lebat dengan berbagai pepohonan dan satwa, lautan yang membentang dengan bermacam jenis ikan, sawah ladang yang luas dengan beragam varietas tanaman dan pegunungan yang sejuk dengan beribu mata air. Namun, negeri subur makmur itu, seolah-olah kini relatif tinggal cerita.
Kekayaan negeri yang mestinya cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh bangsa, kini hancur oleh tangan-tangan yang rakus dan serakah terhadap alam. Hutan-hutan dirambah habis oleh mesin pemotong kayu milik para “cukong”. Perut bumi dikeruk dan dijual kepada para pemodal asing. Hasilnya bukan untuk rakyat, tetapi untuk memperkaya dirinya sendiri dan golongannya.
Penambangan galian C
Demikian pula dengan aktivitas penambangan bahan galian C, juga menyebabkan efek samping terjadinya dampak negatif terhadap sektor sosial, ekonomi, dan dampak ekologinya. Secara umum dalam analisa lingkungan, dampak dari suatu kegiatan diartikan sebagai perubahan yang tidak direncanakan yang diakibatkan oleh aktivitas kegiatan.
Untuk dapat melihat bahwa suatu dampak atau perubahan telah terjadi, kita harus mempunyai bahan pembanding sebagai acuan. Misalnya, dampak negatif yang ditimbulkan karena penambangan bahan galian C terhadap masyarakat sekitar ialah semakin menurunnya debit air sumur dan banyaknya terjadi abrasi sungai, sehingga banyak tanah/rumah masyarakat di pinggir sungai yang sudah terkikis.
Pertambangan dan lingkungan hidup, ibarat dua sisi dari satu keping mata uang yang saling mengkait. Munculnya aspek lingkungan merupakan salah satu faktor kunci yang ikut diperhitungkan dalam menentukan keberhasilan kegiatan usaha pertambangan.
Kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi sampai eksploitasi dan pemanfaatnnya mempunyai dampak terhadap lingkungan yang bersifat menguntungkan/positif yang ditimbulkan antara lain tersedianya aneka ragam kebutuhan manusia yang berasal dari sumber daya mineral, meningkatnya pendapatan negara. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan adalah terjadinya perubahan rona lingkungan (geobiofisik dan kimia), pencemaran badan perairan, tanah dan udara, serta abrasi yang tidak tertanggulangi.
Agar pemanfaatan sumber daya mineral memenuhi kaidah optimalisasi antara kepentingan pertambangan dan terjaganya kelestarian lingkungan hidup, maka dalam setiap kegiatan sektor pertambangan mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan dan pengawasan diperlukan berbagai telaah yang mendalam tentang lingkungan.
Penambangan bahan galian C mencakup; pengerukan, penggalian atau penambangan material dan tidak termasuk material strategis. Bahan galian C termasuk pasir, kerikil, tanah liat, tanah, batu kapur dan batu yang digunakan sebagai bahan mentah untuk kebutuhan industri dan konstruksi. Endapan tanah liat, pasir dan kerikil banyak ditemukan di dataran-dataran rendah dan sungai; batu keras (basal, andesit, dasit) untuk agregat banyak ditemukan di wilayah-wilayah berbukit dan pegunungan.
Kerusakan lingkungan
Pemanfaatan bahan galian C sebagai bahan material dasar sangat penting untuk mendukung pembangunan fisik di wilayah Kabupaten/Kota. Tingkat kecepatan eksploitasi dan penggunaan material ini dapat/telah mengakibatkan beberapa permasalahan kerusakan lingkungan hidup, di mana belum adanya ketaatan akan praktek-praktek pengelolaan yang bijak dan kurangnya tindakan rehabilitasi pascapenambangan.
Kerusakan lingkungan karena penambangan dan pengerukan bahan galian C sebagian besar diakibatkan dari kurangnya mempertimbangkan masalah-masalah lingkungan dalam perencanaan, pengoperasian dan perlakuan perbaikan pascapenambangan. Kerusakan lingkungan dapat diakibatkan oleh operasi kecil, besar dan mekanisasi penambangan atau oleh dampak kumulatif dari operasi kecil yang dilakukan secara terus menurus.
Kerusakan lingkungan akibat penambangan galian C di beberapa kabupaten/kota di Aceh, saat ini sudah relatif sangat memprihatinkan, ditambah lagi dengan masih adanya beberapa penambangan galian C yang menyalahi prosedur, karena dilakukan tanpa adanya perencanaan, serta tidak adanya izin dari Pemerintah Daerah setempat. Akibatnya, kegiatan tersebut relatif dapat merusak bentang alam dan menyisakan tebing curam, yang selain mengganggu estetika sungai juga membahayakan lingkungan dan warga masyarakat setempat.
Penambangan bahan galian C, yakni semua bahan yang termasuk sirtukil, selama ini dianggap bukanlah usaha tambang bergengsi seperti halnya tambang minyak, gas bumi, batubara, emas atau tembaga (galian golongan A dan B). Dimana Tambang galian A dan B ditetapkan berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sedangkan penambangan bahan galian C di daerah.
Penambangan galian C memang kerap dianggap tambang kecil dan kurang dipandang. Padahal tambang ini hampir terdapat di setiap daerah di seluruh Indonesia, dan sebagian besar daerah yang terdapat tambang galian C ini relatif mengalami kerusakan lingkungan ekologis yang cukup signifikan.
Izin perlu diperketat
Di samping itu, hasil dari aktivitas usaha tambang bahan galian C ini, juga hanya menyumbangkan sedikit sekali pendapatan (retribusi/PAD) untuk daerah, di mana retribusi tersebut sangatlah tidak berarti dan tidak setimpal, apabila dibanding dengan tingkat kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan.
Penambangan bahan galian C di kabupaten/kota sering tidak menaati ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, penegakan hukum lingkungan harus ditingkatkan, agar sumberdaya alam dapat didayagunakan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta harus dikelola dengan memperhatikan kemampuan atau daya dukung dari alam itu sendiri.
Pendapatan pajak yang diterima pemerintah daerah dari semua penambang baik resmi maupun liar, terlalu kecil jika dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang terjadi. Oleh karena itu, upaya pengendalian penambangan bahan galian C tersebut perlu segera dilakukan. Izin untuk penambangan bahan galian C perlu diperketat dan penambangan liar sudah semestinya dihentikan.
Oleh Ibni Matrizal
Serambi Indonesia, Selasa, 14 Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar